Wednesday, January 16, 2008

Hujan yang menghiasi langit Jakarta di malam pergantian tahun ternyata tak menyurutkan warga ibukota untuk berkumpul di pusat-pusat perayaan, salah satunya Monas. Menurut Harian Warta Kota jumlah orang yang memadati Monas malam itu mencapai tiga juta orang. Mereka terpaksa melewati malam itu dalam suasana basah dan kedinginan namun tetap antusias...

Keesokan harinya seorang teman bercerita dengan semangatnya tentang apa yang tertinggal dari perayaan tahun baru yang baru saja lewat itu. Dia membaca, sampah yang dihasilkan warga pada malam itu sungguh luar bisa bahkan sampai siang harinya para petugas belum berhasil mengumpulkan semuanya. Padahal pembersihan sudah dilakukan sejak subuh! Sungguh hal yang luar biasa. Hal lain yang membuat dirinya jengkel adalah rusaknya taman yang ada di sana. Padahal taman itu sangat indah apalagi dilihat dari puncak Monas dan yang pasti biaya pembuatan dan perawatan yang dikeluarkan tidak sedikit. Dan satu hal yang pasti, biaya pemulihan taman tersebut juga pasti tidak sedikit. Konon untuk membuat taman itu dibutuhkan waktu hampir setahun dan dana untuk memperbaikinya mencapai puluhan juta. Yang tak kalah mencegangkannya adalah biaya yang dikeluarkan untuk menembakkan kembang api selama lebih kurang 30 menit tersebut yang dilansir koran Pos Kota mencapai milyaran rupiah.

Sungguh sebuah ironi…

Tidak ada larangan untuk merayakan datangnya tahun yang baru. Namun bukan berarti pula harus dilakukan dengan menghabiskan uang yang sangat besar. Di saat negri kita tengah dilanda bencana terus menerus, ratusan juta bahkan sampai milyaran dihabiskan hanya semalam, yang mungkin dua tiga hari kemudian sudah menjadi topik basi untuk diceritakan ulang. Belum lagi kerugian materi bahkan nyawa akibat marahnya alam karena telah dirusak oleh manusia. Di mana-mana minyak tanah langka dan kalaupun ada harus di tebus dengan harga 2x lipat dari harga normal. Dan yang saat ini sedang terjadi adalah mahalnya kedelai, yang merupakan bahan pokok makanan bagi mayoritas masyarakat Indonesia yang harganya masih terjangkau, tahu dan tempe.

Apa yang terjadi ini memiliki efek domino yang luar biasa. Pengganguran bertambah. Mencari uang semakin sulit, diperparah dengan semakin mahalnya bahan makanan. Bukan hal yang mengejutkan lagi ketika kita mendengar kasus bunuh diri yang semakin sering terjadi. Ketika keputusasaan mengusai, ketika keteguhan dan ketegaran iman telah terkikis lara maka mati dianggap jalan keluar yang mudah. Mungkin ya untuk yang mati namun tidak untuk keluarga yang ditinggalkan.

Setiap kita harus berusaha dan berjuang untuk hidup. Namun tak kalah penting peran Negara dalam menjaga masyarakatnya. Kemiskinan struktural yang membelit masyarakat adalah bukti kegagalan pemerintah memberi hak hidup warga negaranya. Sampai kapan kita harus menunggu para pengambil keputusan berpihak pada kita sementara sekumpulan orang yang menyatakan dirinya adalah wakil rakyat tak kurang-kurangnya menghianati rakyatnya.

Di saat-saat seperti ini, berpaling pada-Nya adalah penguat sambil kita tetap berusaha dengan maksimal dan bergandengan tangan dengan sesama yang senasib dan yang masih peduli pada kondisi yang ada…

No comments: